Alasan Mengapa Tukar Uang di Pinggiran Jalan Kepanjen Malang Berkurang: Harga Emas Naik

, MALANG - Layanan pertukaran mata uang kertas di tepi jalan semakin berkurang dibandingkan dengan tahun lalu.

Pada hari tersebut, Minggu (23/3/2025), jumlah nasabah yang datang ke gerai tukar menukar uang di sepanjang Jalan Sultan Agung, Kecamatan Kepanjen cukup sedikit.

Setiap tahunnya, Martono selalu menyiapkan dana segar untuk membeli angpao guna persiapan Lebaran Hari Raya Idul Fitri tanpa pernah terlewat.

Agar dapat mengedarkan uang baru, dia cukup menyiapkan sebuah papan kayu yang bisa dipasang tegak.

Koin baru dengan beragam denominasi ditampilkan, mulai dari pecahan Rp 2 ribu sampai Rp 20 ribu.

Ternyata, Martono adalah satu-satunya penyedia layanan yang tetap bertahan.

Pada sisi lain di seluruh Jalan Sultan Agung, jumlah para pedagang valas kurang dari lima orang.

Ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, dimana tempat-menukar-uang biasanya bertebaran di setiap sisi jalan.

Menurut Martono, peningkatan biaya tukar uang menurun akibat harga pembelian yang tinggi.

"Ini terjadi karena harga kulak-nya sangat tinggi," ujarnya.

Pada saat ini, jika ingin menukarkan uang baru dengan jumlahRp 100ribu, biaya layanan yang dibebankan adalah Rp 15ribu.

Harga saat ini berbeda dibandingkan tahun lalu yang ditaksir antaraRp 10 hingga Rp 12ribu per transaksi.

"Sudah begitu saja, harganya juga tinggi. Saat ini harga mulainya sudah sekitar Rp 12 ribu, jadi saya menjualnya dengan hargaRp 15ribu," tegasnya.

Dia menyatakan bahwa setiap tahun dia berjualan di Pasuruan. Dia telah memulai usahanya selama lima hari semenjak awal bulan Ramadhan.

Ketika mendengarnya sekilas, Martono langsung mengambil uang baru senilai antara Rp 15 hingga Rp 20 juta.

Hal ini dilakukan karena jarak dari rumah hingga Pasuruan cukup jauh. Oleh karenanya, dia mempertimbangkan biaya perjalanannya pula.

Di sisi lain, pemberi pinjaman di Pasuruan tidak menentukan jumlah dana yang diminta petani kecil.

Seberapa pun tersedia harus disesuaikan dengan modal yang dipunyai oleh tengkulak.

"Sesungguhnya tidak ada pembatasan, tetapi hal itu bergantung pada jumlah uang yang kita miliki. Jika membelanjakannya secara berlebihan dan sisa banyak, kerugiannya akan ditanggung oleh diri sendiri," jelasnya.

"In syaa Allah semuanya terjual. Jika tidak semua terjual maka kerugiannya cukup besar untuk telinga saya. Ini harga belinya Rp10 juta dan jika gagal menjualnya akan merugikan hinggaRp 1,2 juta. Kalau tidak laku semua, berarti harus gulung tikar saja, karena modal yang dipinjamkan adalah dengan cara menggadaikan sesuatu," ungkapnya.

Pada saat yang sama, setiap hari, laki-laki dari Kecamatan Kepanjen ini bisa menghasilkan penjualan hinggaRp 8 juta dengan uang baru. Tetapi, apabila stok sudah habis, Martono terpaksa harus membeli kembali barang daganganannya di Pasuruan.

Pada saat yang sama, Bank Indonesia (BI) mengenakan batasan pada transaksi tukar uang baru.

Sehingga berimbas pada sebagian masyarakat yang terus mencari dana segar untuk amplop hari raya.

Sama seperti perasaan Wanda, penduduk Kecamatan Pagak terpaksa harus menukarkan uang lama dengan penyedia layanan yang berada di tepi jalan.

Ia melakukan hal itu untuk memperoleh uang baru walaupun terpaksa mengeluarkan biaya layanan tukar-menukar.

"Sudahlah, menukar di Bank Indonésia pun tidak mendapatkan kuota dan saya juga tidak mengenal siapa yang bisa membantu. Jadi terpaksa menukarkan uang di tepi jalan untuk keperluan Lebaran nanti," tambahnya.

Wanda menyatakan bahwa dia telah menukarkan uang dengan denominasi Rp 10 ribu. Dia melakukan hal ini sebesar Rp 1 juta guna persiapan lebaran.

Posting Komentar untuk "Alasan Mengapa Tukar Uang di Pinggiran Jalan Kepanjen Malang Berkurang: Harga Emas Naik"