Respon Umat Buddha Tentang Beredarnya Berita Pasang Eskalator di Candi Borobudur

, Yogyakarta – Berita tentang penyiapan instalasi eskalator di Candi Borobudur Untuk menyambut kedatangan Presiden Prancis Emmanuel Macron serta Presiden tersebut. Prabowo Subiyanto Ke sana terjadi kebingungan. Pembina dari Parisadha Wajrayana Kasogatan, Upashaka Pandhita Tarra Lozhang, menyebut bahwa penggunaan kata "eskalator" menimbulkan kesalahpahaman publik tentang Candi Borobudur yang mungkin akan dilengkapi dengan fasilitas semacam itu layaknya di mal-mal.
"Jika escalatornya digunakan dengan cara berdiri seperti di mal, kita keberatan. Namun bila pemerintah meminta begitu, kita tidak memiliki hak untuk menolak. Hanya saja kita merasa disesalkan," ungkap Tarra Lozhang ketika diwawancarai. Tempo , Senin, 26 Mei 2025 di malam hari.
Karena menurutnya, instalasi eskalator layaknya yang ada di mal-mal tersebut dapat menghancurkan kompleks Candi Buddha itu. Akan tetapi, jika yang terpasang adalah stairlift seperti yang dijelaskan oleh Kepala Kantor Komunikasi Presidensial atau disebut juga sebagai Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi, menurut pendapat Tarra Lozhang, masih perlu diperhatikan agar jangan merubah susunan candi tersebut.
Hasan Nasbi menyebutkan bahwa Presiden Prancis Emmanuel Macron berencana untuk melakukan kunjungan. Candi Borobudur , di Kabupaten Magelang pada tanggal 28 atau 29 Mei 2025. Pemerintah Indonesia mendukung harapan tersebut dengan menyediakan alat bantu seperti anak tangga. stairlift Untuk membantu Macron mencapai puncak Candi Borobudur, presiden dapat mengambil tindakan tertentu. Prabowo Subianto juga akan menemani.
Tarra Lozhang belum dapat menentukan apakah opsi tersebut stairlift Itu aman buat website tersebut. Lagipula, katanya lagi, instalasi perangkatnya ada yang melekat pada dinding candi. Sampai saat ini, sesuai dengan keterangan Tarra Lozhang, umat Buddhisme belum dilibatkan dalam diskusi mengenairencana penambahan stairlift di Candi Borobudur agar memudahkan Macron dan Prabowo masuk ke area candi.
"Batuan dari candi ini disusun seperti kunci yang saling berinteraksi. Jika harus menahan bebannya, mungkin akan tergeser. Nantinya apakah perlu di coret atau dipaku agar lebih stabil? Karena hal tersebut bisa merubah strukturnya serta penampilan," ujar Tarra Lozhang.
Tarra mengatakan pemasangan stairlift Terkait dengan dua aspek yang perlu diwujudkan yaitu kebutuhan negara dan perlindungan lokasi tersebut. Untuk memastikan kedua elemen ini tetap dapat dicapai, Tarra Lozhang menyarankan dua opsi pemecahan masalah.
"Pertama, diangkat menggunakan tandu kerajaan," ujar Tarra Lozhang.
Tarra menyebutkan bahwa ketika umat Buddha melaksanakan upacara agamanya di Candi Borobudur dan disertai oleh para biksu tua, mereka biasanya dibawa naik ke puncak candi dengan bantuan dua hingga tiga orang.
Solusi alternatif kedua adalah mengcover anak tangga yang akan dilewati oleh Presiden menggunakan papan kayu mulai dari bagian bawah hingga ke atas. Tujuannya agar dapat dipaksa melewati area tersebut melalui gerobak roda. Dia menyatakan bahwa akses untuk kursi roda pun sudah tersedia di tempat-tempat seperti Angkor Wat di Kamboja dan Pagoda Shwedagon di Myanmar.
"Jika Candi Borobudur terlalu curam untuk kursi roda, mungkin akan diperlukan penataan area tertentu," katanya tambahnya.
Dua pilihan penyelesaian tersebut menurut Tarra Lozhang bisa menghentikan kerusakan yang lebih parah di lokasi tersebut.
"Atau mungkin pertimbangkan solusi alternatif yang aman bagi situs namun masih dapat mendukung kepentingan negara," tegas Tarra Lozhang.
Selama ini, Dosen dariDepartemen Teknik Sipil dan Lingkungan di FakultasTeknik UGM, Ashar Saputra menyampaikan, stairlift Sendiri pula termasuk dalam kategori eskalator. Namun, ini bukanlah eskalator yang digunakan untuk mengangkut sejumlah besar penumpang layaknya di mal-mal. Sebaliknya, itu adalah eskalator yang dirancang untuk menanganinya hanya satu orang pemakai. escalator single user ) dengan bantuan kursi untuk menaiki tangga.
"Platform rel tersebut dapat mengangkat beban melalui tangga menggunakan kursi. Hanya itu," terangnya.
Berdasarkan logika engineering , sistem pemasangan platform stairlift Itu tidak menambah bebannya secara signifikan karena digunakan oleh satu orang pada setiap penggunaan. Menurut standar teknis mesin, muatan maksimum yang dapat ditransportasikan menggunakan alat ini diperhitungkan hingga kira-kira 250 kilogram.
"Untuk alasan keselamatan, karena kenaikan itu 2 sampai 3 kali lipat, artinya muatan perorang sekitar 100 kilogram," tambahnya.
Menurut data yang dia peroleh, instalasi stairlift di Candi Borobudur dilakukan dengan pemantauan langsung oleh sebuah tim dari UNESCO. Tugas mereka adalah mengawasi dan menjamin bahwa semua proses pekerjaan tersebut sesuai dengan standar perlindungan warisan dunia UNESCO.
"Saya tidak terlibat di dalamnya, namun menurut informasi yang saya peroleh, pemasangannya tidak memiliki pengesahan atau pengecoran," jelas Ashar.
Platform tersebut tidak melekat secara langsung di tubuh candi. Sebaliknya, ia dibaluti dengan busa dan ditutupi oleh kayu terlebih dahulu. Setelah proses ini selesai, barulah dudukan platform dapat dipasang.
"Busa tersebut hanya diposisikan secara khusus. Tidak perlu untuk menguncinya atau menempelkannya," tambahnya.
Di luar negeri, penggunaan stairlift telah menjadi hal biasa. Bahkan dapat ditempatkan di anak-anak tangga rumah, sehingga menjadikannya private escalator Biasanya, ini dipakai untuk membantu mereka dengan keterbatasan fisik tertentu supaya dapat berpindah dari lantai satu ke lantai lainnya.
Namun di Indonesia, stairlift Masih kurang umum terlihat. Akan tetapi, Ashar menginginkan bahwa kedepannya, sistem tersebut dapat disempurnakan guna membantu para biksu lanjut usia dalam mendaki ke puncak candi. Tidak hanya itu saja, namun juga dengan cara dibawa atau dipundung.
"Oleh karena itu, biksu juga harus dilengkapi dengan perlengkapan yang sama. Bukan hanya presiden saja," ujar Ashar.
Posting Komentar untuk "Respon Umat Buddha Tentang Beredarnya Berita Pasang Eskalator di Candi Borobudur"